JAKARTA – Indonesia meluncurkan inovasi penting dalam upaya mengurangi emisi karbon dengan mengintegrasikan produksi bioenergi dan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). Langkah strategis ini dinilai dapat memberikan dampak signifikan dalam mengendalikan perubahan iklim dan memperkuat komitmen Indonesia terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca.
Dalam diskusi panel bertajuk “Harmonizing the Power of Nature and Tech: Forest Management Meets BECCS in Climate Action” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Jumat (15/11), Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan, Ristianto Pribadi, menjelaskan konsep Bioenergy with Carbon Capture and Storage (BECCS). Teknologi ini mengombinasikan bioenergi dengan CCS untuk menangkap dan menyimpan karbon yang dihasilkan selama proses produksi energi.
“Dengan BECCS, kita menciptakan proses karbon-negatif, menghasilkan energi sambil secara efektif mengurangi emisi karbon dioksida,” ujar Ristianto.
Baca juga: CEO Nvidia Puji Indonesia Sebagai Negara Pionir Teknologi di Asia Tenggara
Pendekatan Holistik untuk Aksi Iklim
Menurutnya, keberhasilan BECCS terletak pada pengelolaan hutan lestari sebagai sumber biomassa yang berkelanjutan. Pasokan biomassa ini menjadi bahan baku utama dalam produksi bioenergi yang ramah lingkungan.
“Mengintegrasikan pengelolaan hutan lestari dengan teknologi BECCS adalah pendekatan holistik yang kuat untuk mendukung aksi iklim,” tegasnya.
Namun, karena BECCS merupakan teknologi baru, Ristianto menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. “Kerja sama ini diperlukan untuk riset, pengembangan, hingga implementasinya di lapangan,” tambahnya.
Kolaborasi Internasional: Marubeni dan Pertamina
Inovasi BECCS di Indonesia mendapat dukungan dari perusahaan global seperti PT Marubeni Indonesia, yang telah menjalin Joint Study Agreement (JSA) dengan PT Pertamina sejak Agustus 2024.
President Director PT Marubeni Indonesia, Shinji Kasai, menjelaskan bahwa perusahaan memiliki anak usaha pengelola hutan tanaman industri, yakni PT Musi Hutan Persada (MHP), di Sumatera Selatan. Hutan ini tidak hanya memproduksi kayu sebagai bahan baku pulp tetapi juga untuk energi biomassa yang netral karbon.
“Kami ingin mencapai karbon-negatif melalui implementasi BECCS. Emisi dari penggunaan biomassa akan ditangkap dan diinjeksikan ke sumur migas Pertamina yang tidak aktif,” kata Shinji.
Baca juga: GPM Maluku Utara Serukan Tolak Politik Uang dan Isu SARA
Keunggulan Indonesia dalam CCS
Senior Vice President Research & Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, mengungkapkan bahwa lokasi penyimpanan karbon sangat strategis. Emisi karbon dari fasilitas pengolahan pulp PT Tanjung Enim Lestari (TEL) di Sumatera Selatan akan diinjeksikan ke sumur karbon di Limau, yang hanya berjarak lima kilometer dari hutan tanaman.
“Keunggulan Indonesia adalah kedekatan lokasi hutan dengan sumur penyimpanan karbon, sehingga proses menjadi lebih efisien,” jelas Oki.
Ia menambahkan, karbon yang disimpan di bawah tanah juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi migas atau digunakan dalam proses fotosintesis tanaman sebagai pupuk alami.
Masa Depan Karbon-Negatif Indonesia
Integrasi teknologi BECCS menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam menyeimbangkan kebutuhan energi dan pengelolaan lingkungan. Langkah ini diharapkan membawa Indonesia lebih dekat pada visi net-zero emissions, sekaligus memberikan contoh bagi negara lain di dunia.
2 comments